Tepat pada tanggal 15 mei 2010, saya , adik saya dan kakak saya pergi mengunjungi salah satu SMA di daerah Kecamatan Mutiara Timur dengan tujuan ingin memberikan ‘Sosialisasi HAM melalui teknik penulisan Opini’. Pengunjungan ini dilatarbelakangi oleh suatu kompetisi yang dibuat oleh Yayasan Ashoka Indonesia di Bandung dan kebetulan tema untuk tahun ini adalah Youth for Human Right. Untuk mendaftarkan diri supaya terpilih menjadi peserta-pastinya ada seleksi kelayakan-maka Yayasan Ashoka meminta setiap kelompok yang berminat untuk mengirimkan application form yang disertai dengan dukomentasi kegiatan yang dilakukan oleh setiap kelompok melalui ide kreatifnya. Nah, kompetisi inilah yang memotivasi kelompok kami untuk membuat kegiatan yang kami beri tema “Sosialisasi HAM melalui teknik penulisan Opini”, semoga kami terpilih untuk sesi selanjutnya. Amien.
Tempat yang kami pilih adalah tempat yang agak jauh dari jangkauan perkotaan, yah di pelosok desa dan basis konflik pada beberapa tahun silam yang lalu. Yaitu SMA 2 Mutiara Timur, Gumpueng. Ada yang janggal ketika kami sampai di sana,yaitu kami melihat masih ada sisa-sisa bangunan sekolah- di samping ada juga bangunan yang sudah layak dipakai untuk belajar- yang dibakar dalam masa konflik antara GAM dan TNI pada tahun 2002 silam yang berdiri kokoh tanpa atap di sana dengan tembok putih yang agak hitam. Sungguh aneh, masa sudah berlalu 7 tahun bangunan-bangunan ini belum direnovasi. Hasil dialog dengan kepala sekolah SMA ini menyatakan bahwa belum ada bantuan untuk ini,padahal kami sudah berusaha keras untuk mengirim proposal kemana-mana.
Pertanyaan sekarang,ke mana institusi yang semestinya memerhatikan hal semacam ini? Apakah sekolah yang berda di pelosok memang harus berbeda dengan sekolah yang berada di pusat kota?Aneh..Semua warga Negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak, yang miskin sekalipun. Tapi,kesetaraan tidak diperoleh bagi mereka yang tinggal di kampung yang jauh dari jangkauan perkotaan. Tetap saja kualitas pendidikan di desa dan kota itu memiliki perbedaan yang mencolok,tidak bisa dipungkiri. Apakah perhatian itu hanya milik mereka yang sekolah di kota? Ayo,berfikirlah yang realistis bahwa semua kita butuh akan pendidikan,tidak itu di kota, di kampung atau di mana pun. Harapan saya bagi pemerintah Aceh khususnya, agar memerhatikan pendidikan anak-anak yang berada di perkampungan, beri mereka fasilitas yang mendukung proses belajar mereka, perlakukan mereka sebagaimana pelajar yang di kota. Karena semua pelajar yang berada di desa juga berhak menjadi cahaya yang akan menyinari bangsa ini.
No comments:
Post a Comment